Ketika saya diajak pergi oleh mereka maka yang saya minta pun berupa coklat. Tapi masa-masa bahagia bersama coklat itu hanya sampai saat saya kelas 5 SD. Karena setelah itu kedua kakak saya sudah menikah dan tidak lagi membelikan saya coklat. Namun demikian saya tetap menyukai coklat.
Sebagai anak yang tinggal di pelosok desa, maka mendapatkan coklat yang seperti dibawakan kakak saya itu menjadi sulit. Pun, saya juga harus nabung agak banyak untuk memperolehnya. Akhirnya saya sering beli coklat merk lain dan rasanya masih kalah dengan yang dibawakan kakak saya.
Sampai saat kuliah, saat saya lebih mudah mendapatkan coklat tersebut. Cukup dengan sekali memberi les privat saya sudah bisa dapat kemasan yang paling besar dua. Namun saat itu juga, saya jadi berat membelinya. Alasannya bisa di baca di sini dan di sini.
Sehingga saya kembali lagi, mencoba makanan coklat berbagai macam merek. Pokoknya yang ada di toko/minimarket/swalayan dan harganya terjangkau tentu saja. Hehee. NB : Segila apa pun saya terhadap makanan saya tidak/belum pernah hunting sedemikian rupa sampai harus merogoh kocek saya yang kanker atau harus mengeluarkan banyak energi untuk mendapatkannya.
Sampai saya menemukan merek lain, Cadbury. Sedikit lebih mahal dari pada yang dibelikan kakak saya. Karena saya pikir dia buatan Malaysia, jadi jauh dari alasan berat tadi. Menurut saya rasanya lebih enak dari yang diberikan kakak saya. Hmmm, senang! Ternyata? Setelah beberapa kali memakannya saya baru tahu dia juga termasuk. Sedih deh..
Saya kembali mencoba berbagai merek lagi. Hunting lagi. Sampai dapat merek ‘Lagi’e’ yang varietasnya ‘Twin’ (kalau tidak salah) rasa ‘Milk-Chocolate’. Belum ada iklannya. Atau mungkin ada tapi saya tidak tahu. Enak! Lega sekali hati saya. Di antara coklat-coklat biasa -dalam arti terjual bebas si toko/minimarket/swalayan-, dia lah yang paling enak versi lidah saya.
Ya bisa dibayangkan sendiri, betapa saya yang suka coklat ini dan baru menemukan rasa yang enak. Sebanding dengan yang diberikan kakak saya. Dan waktu itu pas ada arisannya Mbak Jar. Jadi memberi saya ide untuk mengungkapkannya dalam bentuk puisi. #Jiaaa!
Dari komen-komenan dengan Pak Edwin di puisi yang saya buat tersebut, Pak Edwin bilang bahwa ada coklat terbaik yang pernah ada dan beliau tidak pernah bohong soal coklat. Dan Pak Edwin pun mengirimkannya untuk saya.
Penasaran.
Sampai coklatnya tiba. Ada tiga varietas, selai mangga, coklat susu, dan dark. Hehehe
Enak betulll. Saya makan bersama teman-teman di kantor. Semua juga bilang, “Iya, ini enak!”
*Sempat smsan dengan Mbak Jar, katanya juga begitu. Bahkan ibunya yang tidak suka coklat sebelumnya, jadi suka sekali dengan merek itu.*
Coklat itu merek-nya ‘Monggo‘!
Dan betul, coklat paling enak yang pernah saya makan ya itu.
*kalau saya kepingin lagi, siapa lagi yang mau ngasih? maruk.org
Kata Pak Edwin ada rasa ‘Chili’ dan “Ginger’. Tapi lagi kosong. Bikin penasaran…
Eh panjang bener ya ternyata? :-?Gak apa deh.*Ini review gaya saya yach, dilarang protes! yang direpyu diri sendiri. hehehe*
Hahaha sering liat di sini tapi belum pernah beli. Oke saya coba beli deh ^^ *nabung dulu
Hahaha, ya udah nabung dulu. Dan jangan lupa, kalau beli, belikan saya juga. #Lho?
ewww…di malang ada ga ya yg jual cokelat monggo?? cari ahhbiasanya makan cadbury
ooo coklat monggo
cari na dimana?jadi pengen coba in jugaaaa
Mungkin belum adaa #ngeceHu’um, enak Monggo, mbak .. menurutkuuu 🙂
Iyapz! 😀
Di Jogja Mbak Dyas pasti ada.Tapi gak tahu di tempat lain 😀
Pada jadi pengin..this is called promosi become horizontal :E
Just in Jogja kayaknya….Ini kan yang bikin anaknya Sri Sultan…CMIIW
Mau yang jahe tadi? :))
Nope. Thierry Detournay is not Sultan’s son.
Entahlah.. Tapi salah satu bapak-bapak di kantor emang sampai ngebela-belain ke Jogja nyari itu coklat 🙂
Mau-mau!Dipaketin yaks? :D#hahaha
:)Sir, i thnk i really wanna be distributor here (gresik). But I still think how to keep it fine until here. 😦
Owh, I heard the Sultan’s children thingy some years ago. Must be a rumor then 🙂 Thanks
Wow niattttt XDYang di Jogja malah baru tau XD *payah
Ya tak cariin dulu deh 😀
Udah dijawab Pak Edwin 🙂
kyaaaa 😕
Okay, saya menenggu paketannya. :))*Huwaahaaahaaahaaa!
Hmmmm…
sumpeh…. setiap nulis kata soklat, tuts “C” berubah jadi “S”. Kenapa ya…? Mungkin tipikal sedherek sikep ya ?
Ini di pasar gak ono yang bermerek cardbury atau sejenisnya, nyari dulu yah….
Pingback: Konvensional | Dyah Sujiati's Site