Apakah Sama Dengan Terapi?

Lama tidak menulis membuat saya kagok mencet keyboard, haha. Selain juga jadi kagok merangkai kata. :mrgreen:

Dan sebenarnya saya juga tidak sedang berniat menulis tulisan baik yang bermutu. #Padahal tulisan saya biasanya juga GJ dan tidak bermutu. Haha!

Ceritanya, hari Sabtu kemarin saya baru pulang dari Surabaya. Saya naik angkutan menuju terminal Bunder, Gresik. Sesampai di terminal saya melihat ada begitu banyak orang yang sedang menunggu bus. Saya ingat, ini hari Sabtu sore, itu berarti bus jurusan Bojonnegoro, Tuban, maupun Semarang akan penuh dengan penumpang.

Tepat saat saya masuk tempat bus, ada bus Indonesia jurusan Semarang yang cukup kosong. Dan di sebelahnya ada bus Margo Djojo jurusan Bojonegoro yang juga berhenti. Secara, saya akan pilih naik bus Margo dari pada bus Semarang. Sebab jika naik bus Margo saya bisa turun di Babat dan naik ojek cukup bayar 5 ribu. Tapi kalau naik bus Indonesia jurusan Semarang, saya akan turun di jembatan dan ongkos ojek dari sana jadi 10 ribu. 😀
Dan selain itu karena owner bus Margo adalah orang Jawa asli dan muslim. Jadi saya memang lebih mengutamakan naik bus yang ownernya saudara sendiri. 😀
Bus lain (jalur Babat-Gresik) yang lebih saya utamakan untuk naik adalah Widji Lestari dan Moedah. Kalau bus patas Surabaya-Malang yang saya rekomendasikan adalah Hafana.  🙂

Saya agak setengah hati mengejar bus Indonesia tapi ternyata bus Margo sudah penuh 😦 Jadilah saya harus menunggu bus berikutnya. Dan bus selanjutnya selalu penuh, penumpang sudah berdiri. 😦 Saya menunggu hampir setengah jam menunggu sampai ada bus Sabar Indah jurusan Tuban yang menyisakan bangku tambahan sebelah supir.

Karena saya sudah terbiasa hidup di jalan [?], dari pada saya menunggu bus sampai jam 8 malam, maka saya naik bus Sabar Indah. Dan sesuai judul bus [?], saya memang harus sabar. 😀 Saya duduk di bangku tambahan itu dari Gresik sampai Babat yang memakan waktu lebih dari satu jam!

Bangku tambahan yang saya duduki itu tepatnya adalah mesin yang diberi  busa untuk duduk. Dan mesin itu panas. Rasanya betis saya seperti dipanggang. Suhunya entah berapa derajat Celcius. Saya pusing mengatur gaya duduk agar tidak kepanasan. Lalu saya jadi terpikir, mungkinkah suhu panas di betis saya ini sama dengan terapi? 😀

About Dyah Sujiati

Tentang saya?! Seperti apa ya? Entahlah. Kalau saya yang nulis, pasti cuma yang baik-baik saja. Dan itu sulit dipercaya. XD XD XD Tapi harus percaya kalau saya seorang blogger yang tidak main sosmed. Twitter off per 4/4/2019, tidak punya Facebook, Instagram, Path, dll.
This entry was posted in Intermezzo and tagged , , . Bookmark the permalink.

7 Responses to Apakah Sama Dengan Terapi?

  1. capung2 says:

    lumayan jga ya mb terapi hangatnya… 😆 sya jga prnh ngalami koch mb..

  2. mmamir38 says:

    Tepatnya nama bus itu: Sabar Dipanggang.
    He he he!

  3. mbak apal bener ama nama dan owner busnya,,,, 😀

  4. utie89 says:

    sabar itu indah dy. 😆

    mungkin saja itu sebuah terapi.
    Terapi kesabaran. Haha..

Leave a reply to utie89 Cancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.